
Sering
 resah, gelisah, jenuh, tak menentu? Bingung mengatasi persoalan? 
Masalah tak tahu pemecahannya? Sudah sabar, pasrah, berdo’a, shalat 
tahajud, banyak dzikir dll tapi persoalan tak hilang-hilang?Jawabanya, 
salah cara mengatasinya! Bacalah ini, Insya Allah membantu!!
Penderitaan
 jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia 
di zaman modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak orang merasakan 
penderitaan dan rintihan dalam batinnya. Terhibur dalam keramaian tapi 
gelisah dalam kesunyian.
Tertawa bersama teman, menjerit dalam kesendirian. Menemukan orang yang tepat untuk curhat sulit, orang tua tidak mengerti, kawan dekat tak bisa memberi solusi. Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan cukup terhormat tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu hati meradang. Uang banyak dan ekonomi berlimpah tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah. Problem ini dirasakan termasuk oleh orang-orang yang taat menjalankan kehidupan agamanya sehari-hari. Dalam keramaian seperti tak ada masalah, ceria, riang dan gembira, tapi dalam kesendirian dan kesunyian, batinnya menjerit karena masalah tak hilang-hilang, beban perasaan terasa berat, stres oleh pekerjaan yang menumpuk, jodoh tak kunjung datang, uang dan materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup, makanan di rumah tak pernah kekurangan tapi tak ada kenikmatan. Bingung serasa hampir memecahkan kepala, tak tahu harus bagaimana dan harus kemana. Akhirnya, tak betah di rumah, asing dengan diri sendiri, semua orang dianggap tak mengerti, hidup serasa tak bermakna. Kebahagiaan tak tahu entah dimana.
Tertawa bersama teman, menjerit dalam kesendirian. Menemukan orang yang tepat untuk curhat sulit, orang tua tidak mengerti, kawan dekat tak bisa memberi solusi. Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan cukup terhormat tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu hati meradang. Uang banyak dan ekonomi berlimpah tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah. Problem ini dirasakan termasuk oleh orang-orang yang taat menjalankan kehidupan agamanya sehari-hari. Dalam keramaian seperti tak ada masalah, ceria, riang dan gembira, tapi dalam kesendirian dan kesunyian, batinnya menjerit karena masalah tak hilang-hilang, beban perasaan terasa berat, stres oleh pekerjaan yang menumpuk, jodoh tak kunjung datang, uang dan materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup, makanan di rumah tak pernah kekurangan tapi tak ada kenikmatan. Bingung serasa hampir memecahkan kepala, tak tahu harus bagaimana dan harus kemana. Akhirnya, tak betah di rumah, asing dengan diri sendiri, semua orang dianggap tak mengerti, hidup serasa tak bermakna. Kebahagiaan tak tahu entah dimana.
Untuk
 mengatasi masalah-masalah seperti ini, umumnya orang melakukan tiga 
berikut ini: Pertama, refresing dalam berbagai bentuknya seperti 
rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan, kumpul-kumpul, 
nongkrong di café, belanja menghabiskan waktu dan uang. Kedua, 
menyibukkan diri dalam berbagai aktifitas yang diharapkan bisa melupakan
 problem-problem hidupnya untuk sementara. Ketiga, menghukum dirinya 
sendiri dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan waktu dengan
 main game seharian, chatting semalaman mencari orang yang bisa 
menghibur, atau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah 
status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang 
mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang 
kehampaan hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain.
 Seperti menggelisahkan kehidupan padahal sedang menggelisahkan dirinya 
sendiri. Dengan cara-cara itu ia berharap penderitaannya akan berkurang 
atau hilang. Tapi kenyataan tidak, masalah tetap saja muncul dan muncul 
lagi. Mengatasi penderitaan jiwa kepada aktivitas-aktivitas hiburan 
seperti itu karena kebingungannya harus bagaimana dan harus melakukan 
apa. Masalah tetap saja lestari. Akhirnya, mencari hiburan adalah 
tindakan yang salah kaprah. Yang menderitanya jiwa tapi yang diobatinya 
fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang dilakukan 
tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah 
fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Ibaratnya, motor rusak dibawa 
ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit.
 Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi
 penderitaan jiwa dengan bentuk-bentuk hiburan tidak akan menyelesaikan 
apa yang sedang kita rasakan. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah 
kegembiraan atau kesenangan sesaat yang ketika pulang ke rumah atau 
kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi. Begitulah 
seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama,
 akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Di hadapan orang, mungkin 
penderitaan itu bisa kita sembunyikan, kita seolah biasa-biasa saja, 
tapi hati tidak bisa dipungkiri apalagi saat-saat menyendiri. 
Derita-derita itu sungguh sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah
 terapi membuat masalah tidak sembuh-sembuh sehingga penderitaan datang 
terus-menerus. Setiap masalah yang dialami manusia ada sebab dan 
akar-akarnya sendiri. Karena itu, proses penyembuhannya pun berbeda satu
 sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama secara umum, misalnya 
dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal tidak 
akan menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar 
masalahya. Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita 
datang ke dokter umum.
Mengatasi
 kesulitan hidup yang memproduksi keluhan-keluhan jiwa bukan dengan 
sabar dan tawakal atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, istikharah,
 puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan bilangan 
tertentu.
Semua
 praktek itu untuk menenangkan jiwa bukan untuk menyelesaikan masalah. 
Banyak mengingat Allah dengan berdzikir itu untuk menenangkan hati: “Ala
 bidzikrillahi tathma’innul qulub” (Ingatlah, hanya dengan mengingat 
Allah, hati menjadi tenang), bukan untuk membereskan masalah hingga 
selesai dan tidak muncul lagi. Buktinya, banyak orang rajin berdzikir 
tapi mental buruknya tetap saja tidak hilang, banyak orang shalatnya 
rajin tapi ketika mengejar keinginan tetap saja menghalalkan segala 
cara, banyak orang sabar dan tawakkal tetap saja jodohnya tidak datang, 
orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya rendah. Bukan
 ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah dengan penyelesaian 
tidak nyambung, bukan ibadah yang salah, tapi pengobatan tidak tepat.
Shalat
 sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk melengkapi 
atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak kekurangannya atau 
yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah sunah itu kita 
laksanakan sebagai ketaatan pada nabi untuk mencontoh perilaku dan 
kebiasaan beliau sebagai teladan yang baik(uswatun hasanah). Kalau pun 
berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu 
karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh ibadah-ibadah itu, dan bukan 
 untuk tujuan menyelesaikan masalah kita beridabah kepada Tuhan.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika
 penderitaan-penderitaan jiwa menghimpit seseorang pengobatannya bukan 
dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca asma ul-husna, apalagi 
refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya dilakukan adalah 
banyak merenung mencari sebabnya, menghisab diri (introspeksi) atas 
semua kesalahan, dosa, pembangkangan dan pelanggaran-pelanggaran agama 
yang pernah dilakukan. Tapi, ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan
 dan menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, cara yang benar 
adalah carilah orang yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa 
masalah demi masalah datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan
 dengarkan orang yang menasehati kita.
Orang
 yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya, lurus
 hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara hati dan
 perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan tidak mencintai dunia. 
Dan yang penting dicatat, bukan orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) 
yang memberikan resep-resep instan agar masalah cepat selsesai, tapi 
yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kelemahan 
dan kekurangan kita, yang menunjukkan keburukan-keburukan kita, yang 
semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya 
penyakit-penyakit dalam diri kita, lahir maupun batin.
Mencari
 orang seperti itu tidak susah bila ada kemauan. Malas atau membayangkan
 sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk 
menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati 
atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang 
pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan 
sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat
 mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kebenaran tak 
ditemukan melalui gengsi dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan 
egosime dan kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin 
merasa diri penuh dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya
 Allah, “antena” kita makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang 
yang layak memberikan nasehat itu berada. Dan itu tak selalu berhubungan
 dengan ketenaran, usia, sebutan kiayi, ustadz dan sebagainya.
Bila
 sudah menemukannya, datangi lalu pintalah nasehatnya. Tanyakanlah 
mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa kita terpuruk, 
mengapa kita jatuh, mengapa kita stres, mengapa kita tidak dihormati 
orang, mengapa sulit mencari jodoh, mengapa anak-anak di rumah tidak 
hormat dan sulit diatur dst. Tanyakanlah kesalahan dan keburukan apa 
yang kita lakukan. Ketika nasehat diberikan, praktekkanlah rumus 3D: 
duduk, diam, dengarkan!Hanya itu yang patut kita lakukan saat 
mendengarkan nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan 
penjelasan dan kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan 
apologi. Bila itu ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan.
Penyakit
 umum kita adalah membantah nasehat dan banyak menjelaskan. Buanglah 
jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan dalam 
kegiatan diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut 
manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan 
nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 
3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup 
yang kita rasakan akan berkurang kemudian hilang. Mengapa? Karena kita 
melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar 
kemana kita harus datang, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat 
identifikasi masalah, tepat cara/metoda dan tepat langkah, pasti akan 
mendatangkan tepat hasil.[] Wallahu’alam!


2 komentar:
mantap sekali bro artikelnya
visit juga ww.ihsandonesian.blogspot.com thx
Ketika Hati Resah Derita Jiwa Yang Tak Kunjung Sirna >>>>> Download Now
>>>>> Download Full
Ketika Hati Resah Derita Jiwa Yang Tak Kunjung Sirna >>>>> Download LINK
>>>>> Download Now
Ketika Hati Resah Derita Jiwa Yang Tak Kunjung Sirna >>>>> Download Full
>>>>> Download LINK cK
Posting Komentar